Sepintas Sejarah Sisingamangaraja
Dari catatan keluarga Raja Sisingamangaraja dalam
rangka peringatan 100 tahun perjuangan Raja Sisingamangaraja XII
Raja Si Singamangaraja I
Raja Manghuntal
Raja Si Singamangaraja I
Raja Manghuntal
Raja Si Singamangaraja I adalah anak dari Raja
Bonanionan Sinambela, yaitu anak dari Raja Bonanionan Sinambela, yaitu putra ke
tiga dan bungsu dari Raja Sinambela. Raja Bonanionan menikah dengan boru
Pasaribu. Walaupun mereka sudah lama menikah, tetapi mereka belum mempunyai
turunan. Karena itu boru Pasaribu pergi ke “Tombak Sulu-sulu” untuk marpangir
(keramas dengan jeruk purut). Setiap kali selesai marpangir, boru Pasaribu
berdoa kepada “Ompunta” yang di atas, mohon belas kasihan agar dikaruniai
keturunan. Pada suatu hari , datanglah cahaya terbang ke Tombak Sulu-sulu dan
hinggap di tempat ketinggian yang dihormati di tempat itu. Yang datang itu
memperkenalkan diri, rupanya seperti kilat bercahaya-cahaya dan yang datang itu
adalah Ompunta Batara Guru Doli. Ompunta Tuan Batara Guru Doli berkata bahwa
boru Pasaribu akan melahirkan anak. Katanya: “Percayalah bahwa engkau akan
melahirkan seorang anak dan beri namanya Singamangaraja”. Kalau anakmu itu
sudah dewasa, suruh dia mengambil tanda-tanda kerajaan dari Raja Uti, berupa:
1. Piso gaja
Dompak
2. Pungga Haomasan
3. Lage Haomasan
4. Hujur Siringis
5. Podang Halasan
6. Tabu-tabu Sitarapullang
2. Pungga Haomasan
3. Lage Haomasan
4. Hujur Siringis
5. Podang Halasan
6. Tabu-tabu Sitarapullang
Tidak lama kemudian boru Pasaribupun mulai mengandung.
Setelah mengandung selama 19 bulan boru Pasaribu melahirkan seorang putera.
Sang Putra ini lahir dengan gigi yang telah tumbuh dan lidah yang berbulu.
Semasa remajanya Singamangaraja banyak berbuat atau bertingkah yang ganjil terutama pada orang yang tidak pemaaf, yang ingkar janji, melupakan kawan sekampung yang lemah, membebaskan mereka yang tarbeang kalah berjudi.
Semasa remajanya Singamangaraja banyak berbuat atau bertingkah yang ganjil terutama pada orang yang tidak pemaaf, yang ingkar janji, melupakan kawan sekampung yang lemah, membebaskan mereka yang tarbeang kalah berjudi.
Si Singamangarajapun pernah menunjukkan keheranan
orang-orang yang berpesta dimana gondangnya tidak berbunyi dan tanaman padi dan
jagung akarnya berbalik keatas mengikuti Si Singamangaraja saat jungkir balik
dihariara parjuragatan. Hal ini terjadi karena mereka itu melupakannya.
Setelah Singamangaraja meningkat dewasa maka ibunya
boru Pasaribu menyampaikan pesan dari Ompunta Batara Guru Doli bahwa
Singamangaraja harus mengambil tanda-tanda kerajaan dari Raja Uti. Dia tidak
tahu di mana kampung keramat Raja Uti demikian juga ibunya. Dia berangkat
dengan berbekal doa yang menunjukkan dan menuntun langkahnya ke tempat keramat
tersebut.
Dalam perjalanan banyak hambatan demikian juga setiba
di keramat kampung Raja Uti yang ternyata ada di daerah Barus. Di sana juga dia
dicoba tetapi semua bisa diatasi dengan baik. Sisingamangaraja bertemu dengan
Raja Uti dan mereka makan bersama dan katanya: “Sudah benar ini adalah Raja
dari orang Batak”. Setelah selesai makan merekapun menanyakan silsilah
(martarombo) dan Si Singamangarajapun menyampaikan maksudnya dan disamping itu
Sisingamangaraja meminta beberapa ekor gajah. Atas maksud Si Singamangaraja
itu, Raja uti mengatakan akan memberikannya seperti pesan yang disampaikan
Ompunta itu dengan syarat Si Singamangaraja harus dapat menyerahkan daun lalang
selebar daun pisang, burung puyuh berekor dan tali yang terbuat dari pasir.
Syarat-syarat yang diminta Raja Uti untuk mendapat tanda-tanda harajaon itu
dapat dipenuhi semua oleh Singamangaraja. Sedang mengenai permintaan akan gajah
itu, Raja Uti memberikannya asal Si Singamangaraja bisa menangkap sendiri. Si
Singamangarajapun memanggil gajah itu maka heranlah Raja Uti melihatnya. Dan
setelah itu dibawanya tanda-tanda harajaon itu pulang ke Bakara termasuk gajah
itu.
Dengan tanda-tanda harajaon itu, jadilah dia menjadi
Raja Singamangaraja, singa mangalompoi, Singa naso halompoan.
Raja Si Singamangaraja berikutny.
Raja Si Singamangaraja berikutny.
Raja Sisingamangaraja I sampai Raja Si Singamangaraja
IX tidak diketahui kapan wafatnya dan dimana makamnya. Raja-raja ini setelah
mempunyai keturunan dan merasa sudah ada penggantinya pergi merantau dan Piso
Gaja Dompak tidak dibawanya. Mereka dipastikan telah wafat adalah melalui
tanda-tanda alam yaitu ada cabang dari Hariara Namarmutiha yang patah. Kalau
ada cabang Hariara ini yang patah berarti ada anggota keluarga yang meninggal
dan kalau cabang utama yang patah berarti Raja Si Singamangaraja telah tiada.
Hariara Namarmutiha ini dikenal juga sebagai Hariara Tanda dan sampai sekarang
masih tumbuh di Bakara.
Biasanya keadaan ini diikuti dengan cuaca musim
kemarau, sehingga masyarakat mengharapkan turunnya hujan melalui tonggo-tonggo
Raja Sisingamangaraja. Si Onom Ompu (Bakara, Sinambela, Sihite, Simanullang,
Marbun dan Simamora) dari Bakara mempersiapkan upacara margondang lalu meminta
kesediaan putera Raja Si Singamangaraja untuk mereka gondangi.
Dengan memakai pakaian ulos batak Jogia Sopipot dan
mengangkat pinggan pasu berisi beras sakti beralaskan ulos Sande Huliman
sebagai syarat-syarat martonggo, putera raja inipun dipersilahkan memulai
acara. Iapun meminta gondang dan menyampaikan tonggo-tonggo (berdoa) kepada
Ompunta yang di atas untuk meminta turunnya hujan, kemudian manortorlah putera
raja ini. Pada saat manortor itu langitpun mendung dan akhirnya turun hujan
lebat dan masyarakat Si Onom Ompupun menyambutnya dengan kata HORAS HORAS
HORAS. Kemudian piso Gaja Dompak pun diserahkan kepadanya dan
dicabut/dihunusnya dengan sempurna dari sarangnya serta diangkatnya ke atas
sambil manortor. Siapa di antara putera raja itu yang bisa melakukan hal-hal di
atas dialah yang menjadi Raja Si Singamangaraja yang berikutnya, jadi tidak
harus putera tertua.
Secara berturut-turut yang menjadi Raja Si Singamangaraja berikutnya dan perkiraan tahun pemerintahannya adalah Sebagai berikut:
Ø Singamangaraja II, Ompu Raja Tinaruan
Ø Singamangaraja III, Raja Itubungna.
Ø Singamangaraja IV, Tuan Sorimangaraja.
Ø Singamangaraja V, Raja Pallongos.
Ø Singamangaraja VI, Raja Pangolbuk,
Ø Singamangaraja VII, Ompu Tuan Lumbut,
Ø Singamangaraja VIII, Ompu Sotaronggal
Ø Singamangaraja IX, Ompu Sohalompoan,
Ø Singamangaraja X, Ompu Tuan Na Bolon,
Ø Singamangaraja XI, Ompu Sohahuaon,
Ø Singamangaraja XII, Patuan Bosar, gelar Ompu Pulo Batu,
Secara berturut-turut yang menjadi Raja Si Singamangaraja berikutnya dan perkiraan tahun pemerintahannya adalah Sebagai berikut:
Ø Singamangaraja II, Ompu Raja Tinaruan
Ø Singamangaraja III, Raja Itubungna.
Ø Singamangaraja IV, Tuan Sorimangaraja.
Ø Singamangaraja V, Raja Pallongos.
Ø Singamangaraja VI, Raja Pangolbuk,
Ø Singamangaraja VII, Ompu Tuan Lumbut,
Ø Singamangaraja VIII, Ompu Sotaronggal
Ø Singamangaraja IX, Ompu Sohalompoan,
Ø Singamangaraja X, Ompu Tuan Na Bolon,
Ø Singamangaraja XI, Ompu Sohahuaon,
Ø Singamangaraja XII, Patuan Bosar, gelar Ompu Pulo Batu,
Raja Si
Singamangaraja X
Ompu Tuan Nabolon
Ompu Tuan Nabolon
Raja Si Singamangaraja X Ompu Tuan Nabolon mangkat
karena dipenggal oleh Si Pokki Nangolngolan atau Tuanku Rao, yang dengan akal
liciknya mengundang Raja Si Singamangaraja X untuk datang ke Butar. Pada
pertemuan di Butar itulah si Pokki memenggal leher Raja Sisingamangaraja X. Kepala
Raja ini terbang menghilang, terbang ke pangkuan ibundanya boru Situmorang.
Oleh ibunya, secara diam-diam dikuburkannya di dalam batu besar yang ada di
Lumban Raja, karena sebelumnya ia sudah berfirasat akan kejadian yang akan
menimpa anaknya.
Adapun badan Raja Si Singamangaraja X yang terkapar di
bukit parhorboan, tertimbun tanah karena tiba-tiba bukit itu runtuh. Raja si
Onom Ompu dengan pengikut-pengikut yang mendampingi Raja Si Singamangaraja X
pun melawan dan sebagian teman si Pokki itu mangkat. Tetapi karena pasukan si
Pokki yang tadinya bersembunyi datang membantu si Pokki dan si Pokki menjadi
lebih kuat, melarikan dirilah mereka ke Gunung Imun. Si Pokki terus menyerang
Bakara dan banyak yang ditewaskannya baik yang dewasa maupun anak kecil.
Menurut pengakuan Pokki Nangolngolan (Tuanku Rao), dia
adalah anak dari saudara perempuan Raja Sisingamangaraja X yang pergi ke
Bonjol. Pokki Nangolngolan mengatakan bahwa dia sudah rindu pada tulangnya dan
dia akan memberinya makan (manulangi) dan akan memberikan piso-piso (uang)
sebagai persembahan. Karena kata-kata manis dari si Pokki inilah maka Raja
Sisingamangaraja X pergi ke butar. Walaupun pada awalnya Ia mengatakan kenapa
si Pokki tidak mendatanginya ke Bakara.
Karena tidak mendapatkan jenazah Raja Si Singamangaraja X, Tuanku Rao melanjutkan penyerangan ke Bakara. Banyak penduduk yang dibunuh. Pasukannya membumihanguskan seluruh daerah yang dilaluinya dari Butar ke Bakara termasuk istana Lumban Pande di Bakara.
Karena tidak mendapatkan jenazah Raja Si Singamangaraja X, Tuanku Rao melanjutkan penyerangan ke Bakara. Banyak penduduk yang dibunuh. Pasukannya membumihanguskan seluruh daerah yang dilaluinya dari Butar ke Bakara termasuk istana Lumban Pande di Bakara.
Isteri Raja Si Singamangaraja X yang pertama yaitu
boru Situmorang dengan 2 orang anaknya yang masih kecil melarikan diri ke
Lintong Harian Boho ke kampung orangtuanya Situmorang. Sedang isterinya yang
kedua bermarga boru Nainggolan beserta anaknya Raja Mangalambung diculik si
Pokki bersama anak-anak yang lain yang diduganya sebagai anak Raja Si
Singamangaraja X. Mereka dibawa ke arah tenggara dalam perjalanan kembali ke
Bonjol. Dalam perjalanannya di daerah Tapanuli Selatan sedang terjadi wabah
penyakit menular (begu antuk) yang juga mengenai/menyerang pasukan Tuanku Rao
sehingga kacau balau. Tawanannya tercecer di Tapanuli Selatan. Sebagian dari
yang tercecer ini membuat perkampungan di daerah di Tapanuli Selatan ini.
Raja Si
Singamangaraja XI
Ompu Sohahuaon
Ompu Sohahuaon
Belum lagi selesai penderitaan akibat serangan si
Pokki terjadi pula musim kemarau yang berkepanjangan. Masyarakat Si Onom Ompu
bersepakat menyampaikan hal ini kepada boru Situmorang dan memintanya kembali
ke Bakara. Setelah boru Situmorang membawa kedua anaknya kembali, masyarakatpun
meminta agar Ompu Sohahuaon mereka gondangi untuk turunnya hujan.
Acara margondangpun dipersiapkan dengan baik dan Ompu Sohahuaon yang masih kecil tampil dengan berpakaian ulos Batak. Boru Situmorang dan masyarakat si Onom Ompu kaget dan kagum, karena Ompu Sohahuaon yang masih kecil itu mampu meminta gondang dan mengucapkan tonggo-tonggo untuk turunya hujan. Merekapun mengelu-elukan dengan manortor. Haripun menjadi gelap karena mendung dan hujanpun turun dengan lebat. Ompu Sohahuaon terus manortor sampai berakhir gondang yang dipintanya. Kemudian diserahkan Piso Gaja Dompak kepadanya dan manortor kembali sambil menghunus Piso Gaja Dompak dengan sempurna dan disarungkan kembali. Ompu Sohahuaon dinobatkan menjadi Raja Si Singamangaraja XI dalam usia 10 tahun.
Acara margondangpun dipersiapkan dengan baik dan Ompu Sohahuaon yang masih kecil tampil dengan berpakaian ulos Batak. Boru Situmorang dan masyarakat si Onom Ompu kaget dan kagum, karena Ompu Sohahuaon yang masih kecil itu mampu meminta gondang dan mengucapkan tonggo-tonggo untuk turunya hujan. Merekapun mengelu-elukan dengan manortor. Haripun menjadi gelap karena mendung dan hujanpun turun dengan lebat. Ompu Sohahuaon terus manortor sampai berakhir gondang yang dipintanya. Kemudian diserahkan Piso Gaja Dompak kepadanya dan manortor kembali sambil menghunus Piso Gaja Dompak dengan sempurna dan disarungkan kembali. Ompu Sohahuaon dinobatkan menjadi Raja Si Singamangaraja XI dalam usia 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Raja Si Singamangaraja XI
disusun “Pustaha Harajaon (pustaka kerajaan)” archief Bakara yang ditulis
dengan dawat/tinta cina diatas kertas Watermark ukuran folio buatan Itali dalam
tulisan dan bahasa Batak. Pustaka ini dibuat atas bimbingan dari Ompu Sohahuaon
sendiri. Pustaha harajaon ini terdiri atas 24 jilid, setiap jilidnya tebalnya
sekitar 5 Cm yang isinya secara secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
* Jilid 1 s/d 3: Pemerintahan Tuan Sorimangaraja selama 90 turunan mulai dari Putri Tapi Donda Nauasan.
* Jilid 4 s/d 7: Pemerintahan kerajaan Singamangaraja SSM I s/d SSM IX.
* Jilid 8: Perihal Pedang Padri Tuanku Rao terhadap Tuan Nabolon SSM X
* Jilid 9: Perihal Pongkinangolngolan dan Datu Aman Tagor Simanullang.
* Jilid 11 s/d 12: Perihal Pendeta Pilgram, pembunuhan atas diri Pendeta Lyman dan Munson oleh Raja Panggalamei.
* Jilid 13-16: Periode pembangunan kembali ibu kota kerajaan Bakara dan daerah-daerah Toba tahun 1835-1845 atas pembumi hangusan perang bonjol.
* Jilid 17: Perihal Dr. Junghun, van der Tuuk yang datang menjumpai SSM XI dan perihal photonya.
* Jilid 18 s/d 24: Penobatan Ompu Sohahuaon menjadi SSM XI, pemerintahannya sampai tahun 1886 dan perihal penyakit menular yang dahsyat di tanah Batak.
* Jilid 1 s/d 3: Pemerintahan Tuan Sorimangaraja selama 90 turunan mulai dari Putri Tapi Donda Nauasan.
* Jilid 4 s/d 7: Pemerintahan kerajaan Singamangaraja SSM I s/d SSM IX.
* Jilid 8: Perihal Pedang Padri Tuanku Rao terhadap Tuan Nabolon SSM X
* Jilid 9: Perihal Pongkinangolngolan dan Datu Aman Tagor Simanullang.
* Jilid 11 s/d 12: Perihal Pendeta Pilgram, pembunuhan atas diri Pendeta Lyman dan Munson oleh Raja Panggalamei.
* Jilid 13-16: Periode pembangunan kembali ibu kota kerajaan Bakara dan daerah-daerah Toba tahun 1835-1845 atas pembumi hangusan perang bonjol.
* Jilid 17: Perihal Dr. Junghun, van der Tuuk yang datang menjumpai SSM XI dan perihal photonya.
* Jilid 18 s/d 24: Penobatan Ompu Sohahuaon menjadi SSM XI, pemerintahannya sampai tahun 1886 dan perihal penyakit menular yang dahsyat di tanah Batak.
Pada tahun 1884 Pustaha Harajaon ini ditemukan dari
tumpukan rumah kerajaan yang dibakar oleh tentera Belanda. Dibawa ke Holland
oleh Pendeta Pilgrams dan sekarang ada di Museum Perpustakaan Pemerintah
Belanda di Leiden � Holland.
Pustaha Harajaon tidak diteruskan penulisannya oleh SSM XII sebab tidak ada kesempatan, karena semenjak awal pemerintahannya, Koloni Belanda telah melancarkan agresinya di tanah Batak dan sekitarnya, sehingga Ompu Pulobatu berperang selama 30 tahun sampai tewasnya dalam usia 59 tahun pada 17 juni 1907.
Pustaha Harajaon tidak diteruskan penulisannya oleh SSM XII sebab tidak ada kesempatan, karena semenjak awal pemerintahannya, Koloni Belanda telah melancarkan agresinya di tanah Batak dan sekitarnya, sehingga Ompu Pulobatu berperang selama 30 tahun sampai tewasnya dalam usia 59 tahun pada 17 juni 1907.
Raja Si Singamangaraja XI Ompu Sohahuaon menikah
dengan boru Aritonang sebagai isteri pertama yang melahirkan Raja Parlopuk .
Isteri kedua adalah boru Situmorang yang melahirkan Patuan Bosar gelar Ompu
Pulo Batu. Beda umur Raja Parlopuk dengan Patuan Bosar sangat jauh, ada sekitar
15 tahun.
Ketika Ompu Sohahuaon jatuh sakit, maka jalan pemerintahan dilaksanakan oleh Raja Parlopuk. Cukup lama Raja Parlopuk memegang tugas itu dan dilaksanakannya dengan baik. Tahun 1866 Ompu Sohahuaoan meninggal di Bakara dan dibangun makamnya oleh Raja Parlopuk dengan Si Onom Ompu di Lumban Raja. Makam inilah yang pertama ada di Bakara karena SSM I hingga SSM IX tidak diketahui meninggal di mana. Waktu Raja Si Singamangaraja XI meninggal, Patuan Bosar sedang merantau ke Aceh.
Ketika Ompu Sohahuaon jatuh sakit, maka jalan pemerintahan dilaksanakan oleh Raja Parlopuk. Cukup lama Raja Parlopuk memegang tugas itu dan dilaksanakannya dengan baik. Tahun 1866 Ompu Sohahuaoan meninggal di Bakara dan dibangun makamnya oleh Raja Parlopuk dengan Si Onom Ompu di Lumban Raja. Makam inilah yang pertama ada di Bakara karena SSM I hingga SSM IX tidak diketahui meninggal di mana. Waktu Raja Si Singamangaraja XI meninggal, Patuan Bosar sedang merantau ke Aceh.
Makam ini dibongkar oleh Raja Si Singamangaraja XII
karena Bakara diserang Belanda. Tulang belulang Raja Si Singamangaraja XI
dibawanya ikut berjuang ke hutan, karena tidak ingin tengkorak orang-tuanya
diambil oleh Belanda. Semasa perjuangan tulang-belulang ini di titipkan di huta
Janji Dolok Sanggul lalu dipindahkan lagi ke Huta Paung. Setelah zaman
kemerdekaan, kembali di pindahkan di rumah Soposurung.
Kira-kira 105 tahun kemudian, makam ini dibangun
kembali oleh keluarga Raja Sisingamangaraja dan pada tahun 1975 tulang belulang
Raja Sisingamangaraja XI dan istrerinya dimakamkan kembali ke makam semula di
Bakara.
Raja Parlopuk terus melaksanakan pemerintahan Singamangaraja hingga tahun 1871, yaitu setelah dinobatkannya Patuan Bosar sebagai Raja Sisingamangaraja XII.
Raja Parlopuk terus melaksanakan pemerintahan Singamangaraja hingga tahun 1871, yaitu setelah dinobatkannya Patuan Bosar sebagai Raja Sisingamangaraja XII.
Raja Si
Singamangaraja XII
Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu
Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu
Walaupun Raja Si Singamangaraja XI telah meninggal, Si
Onom Ompu tidak merasa ada yang kurang dalam pemerintahan, karena Raja Parlopuk
bekerja dengan cukup baik. Tetapi ketika musim kemarau datang dan membawa
penderitaan, mulailah si Onom Ompu berfikir untuk adanya acara margondang. Raja
Parlopukpun mereka persilahkan untuk mereka gondangi agar dia martonggo memohon
turun hujan. Tetapi hujan tidak turun-turun juga.
Mulanya Ompu Pulo Batu tidak bersedia mereka gondangi
karena merasa bahwa abangnya itu telah sebagai raja pengganti ayahnya. Akhirnya
Ompu Pulo Batu bersedia karena melihat penderitaan yang diderita masyarakat Si
Onom Ompu. Setelah melaksanakan upacara seperti yang biasa dilakukan, Ompu
Pulobatu berhasil mendatangkan hujan. Ompu Pulo Batupun dinobatkan menjadi Raja
Si Singamangaraja XII pada tahun 1871.
Ompu Pulo Batu lahir tahun 1848 dari ibunya boru
Situmorang. Pada saat pemuda, Ompu Pulo Batu merantau ke Aceh, disana bergaul
dengan pedagang dari Persia dan belajar banyak hal. Karena itu ketika perang
melawan Belanda, Raja Si Singamangaraja XII dibantu oleh pejuang-pejuang dari
Aceh, Dan dalam cap/stempelnya dipakai Bahasa Arab dan Bahasa Batak.
Pada tahun 1877 Raja Si Singamangaraja XII menyatakan perang kepada Belanda. Kemudian dia menjalankan perang terhadap Belanda selama 3 dasawarsa.
Pada tahun 1877 Raja Si Singamangaraja XII menyatakan perang kepada Belanda. Kemudian dia menjalankan perang terhadap Belanda selama 3 dasawarsa.