A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam ( sekitar Abad ke-16)
Lahirnya Mataram Islam berkaitan dengan
perkembangan kerajaan Pajang. Sebelum menjadi raja Pajang dengan gelar Sutan
Hadiwijaya (1546-1586), Joko Tingkir atau Mas Karebet harus berperang melawan
Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang. Joko Tingkir dapat mengalahkan
Arya Penangsang berkat bantuan Danang Sutawijaya. Namun, kemenangan itu terjadi
karena strategi bagus yang diberikan oleh ayah Danang Sutawijaya (yaitu Ki
Ageng Pemanahan) dan tokoh lainnya yang bernama Penjawi. Oleh karena itu,
Sutan Hadiwijaya memberi hadiah tanah Mentaok (sekitar Kota Gede Yogyakarta)
kepada Ki Ageng Pemanahan. Kemudian, Ki Ageng Pemanahan membangun Mentaok
menjadi sebuah Kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Pajang.
Danang Sataujaya
(putra Ki Ageng Pemanahan) menjadikan Kadipaten yang dibangun ayahnya itu
menjadi sebuah kerajaan baru yang bernama Mataram Islam. Saat itu, setelah
Sutan Hadiwijaya wafat, Pajang merosot. Danang menjadi raja pertama Mataram
dengan gelar Panembahan Senopati (1584-1601). Selama masa kepemimpinanya, semua
daerah di Jawa bagian tengah dan timur (kecuali Blambangan) berhasi ia
taklukan.
B. Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
a) Aspek
Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja
Mataram banyak menghadapi rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti
Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin
lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha
menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil
meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan
(Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan
oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan
Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang
memberontak, seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora,
Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung
mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta
penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada
tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,
Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba
merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
b)
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata
dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu
saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin
upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan
jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.
Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan,
diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh
seluruh penduduk.
c) Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak
dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor
agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram
juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas
sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan
Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang
berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan
Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan
memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang
merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut
Hukum Surya Alam.
d) Puncak Kejayaan Kerajaan Mataram
Islam
Mataram
Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo
(1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan
Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu
itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.
Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itu menyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto seperti yang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi, dan tidak terbagi-bagi.
Kejayaan politik dan militer Mataram Islam yang mencapai puncaknya pada jaman Sultan Agung itu akhirnya mulai merosot sedikit demi sedikit. Pengganti Sultan Agung, Hamangkurat I (1647-1677) justru bersahabat dengan VOC. Hamangkurat II (1677-1703) menyerahkan Semarang kepada VOC. Meskipun demikian, Hamangkurat II melawan VOC di Kartasura sampai Kapten Tack meninggal. Hamangkurat III (1703-1708) lebih bersikap menentang VOC.
Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itu menyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto seperti yang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi, dan tidak terbagi-bagi.
Kejayaan politik dan militer Mataram Islam yang mencapai puncaknya pada jaman Sultan Agung itu akhirnya mulai merosot sedikit demi sedikit. Pengganti Sultan Agung, Hamangkurat I (1647-1677) justru bersahabat dengan VOC. Hamangkurat II (1677-1703) menyerahkan Semarang kepada VOC. Meskipun demikian, Hamangkurat II melawan VOC di Kartasura sampai Kapten Tack meninggal. Hamangkurat III (1703-1708) lebih bersikap menentang VOC.
Kemerosotan
tajam terjadi pada jaman Sunan Paku Buwono II (PB II) yang memerintah pada
tahun 1727 sampai tahun 1749.
Pada mulanya, PB II menyerahkan Semarang, Jepara,
Rembang, Surabaya, dan Madura kepada VOC. Pada tahun 1743 diserahkannya pula
Demak dan Pasuruan. Belanda pun menguasai pelayaran orang Jawa yang
berpusat di Tegal, Pekalongan, Kendal, Tuban, Juwana, dan sebagainya. Sebelum
mangkat, PB II menyerahkan seluruh Mataram kepada VOC Belanda.
Syukurlah, Pangeran Mangkubumi tidak terima dengan
semua itu. Ia pun bangkit melawan penjajah. Akhirnya ia memperoleh sebagian
Mataram melalui Perjanjian Giyanti (1755). Meskipun nama kerajaan baru yang
didirikannya bukan lagi Mataram namun Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat,
bangkitnya kerajaan baru ini sebenarnya melanjutkan kejayaan Mataram.
Kasultanan Yogyakarta adalah pewaris sah kerajaan Mataram. Dengan demikian,
kejayaan Mataram dilanjutkan.
e) Kemunduran Kerajaan Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan
Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah
kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat
dikerahkan untuk berperang.
C. Peninggalan
Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Dalam perkembangan selanjutnya Kotagede tetap ramai
meskipun sudah tidak lagi menjadi ibukota kerajaan. Berbagai peninggalan
sejarah seperti makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede, rumah-rumah
tradisional dengan arsitektur Jawa yang khas, toponim perkampungan yang masih
menggunakan tata kota jaman dahulu, hingga reruntuhan benteng bisa ditemukan di
Kotagede.
- Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton,
alun-alun dan pasar dalam poros selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang
ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14) menyebutkan bahwa pola ini
sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada sejak jaman
Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam
kalender Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.
Bangunannya memang sudah direhabilitasi, namun posisinya tidak berubah. Bila
ingin berkelana di Kotagede, Anda bisa memulainya dari pasar ini lalu berjalan
kaki ke arah selatan menuju makam, reruntuhan benteng dalam, dan beringin
kurung.
- Kompleks Makam Pendiri Kerajaan
Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar
Kotagede, kita akan menemukan kompleks makam para pendiri kerajaan Mataram
Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura ke kompleks makam
ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang
tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat Jawa
menjaga kompleks ini 24 jam sehari.
Kita akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura
terakhir yang menuju bangunan makam. Untuk masuk ke dalam makam, kita harus
mengenakan busana adat Jawa (bisa disewa di sana). Pengunjung hanya
diperbolehkan masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, dan Jumat
pukul 08.00 - 16.00. Untuk menjaga kehormatan para pendiri Kerajaan Mataram yang
dimakamkan di sini, pengunjung dilarang memotret / membawa kamera dan
mengenakan perhiasan emas di dalam bangunan makam. Tokoh-tokoh penting yang
dimakamkan di sini meliputi: Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan
Senopati, dan keluarganya.
- Masjid Kotagede
Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak
berkunjung ke Masjid Kotagede, masjid tertua di Yogyakarta
yang masih berada di kompleks makam. Setelah itu tak ada salahnya untuk
berjalan kaki menyusuri lorong sempit di balik tembok yang mengelilingi
kompleks makam untuk melihat arsitekturnya secara utuh dan kehidupan
sehari-hari masyarakat Kotagede.
- Rumah Tradisional
Persis di seberang jalan dari depan kompleks makam,
kita bisa melihat sebuah rumah tradisional Jawa. Namun bila mau berjalan 50
meter ke arah selatan, kita akan melihat sebuah gapura tembok dengan rongga
yang rendah dan plakat yang yang bertuliskan "cagar budaya". Masuklah
ke dalam, di sana Anda akan melihat rumah-rumah tradisional Kotagede yang masih
terawat baik dan benar-benar berfungsi sebagai rumah tinggal.
- Kedhaton
Berjalan ke selatan sedikit lagi, Anda akan melihat 3
Pohon Beringin berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan kecil
yang menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur
sangkar yang permukaannya terdapat tulisan yang disusun membentuk lingkaran:
ITA MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD - COSI VAN IL
MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM MEMORIAM INFELICS -
IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE,
CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam). Dalam bangunan itu juga
terdapat "watu cantheng", tiga bola yang terbuat dari batu berwarna
kekuning-kuningan. Masyarakat setempat menduga bahwa "bola" batu itu
adalah mainan putra Panembahan Senapati. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa
benda itu sebenarnya merupakan peluru meriam kuno.
- Reruntuhan Benteng
Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri)
lengkap dengan parit pertahanan di sekeliling kraton, luasnya kira-kira 400 x
400 meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa dilihat di pojok barat daya
dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu berukuran besar.
Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi timur, selatan, dan barat.
Berjalan-jalan menyusuri Kotagede akan memperkaya
wawasan sejarah terkait Kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya di Pulau
Jawa. Selain itu, Anda juga bisa melihat dari dekat kehidupan masyarakat yang
ratusan tahun silam berada di dalam benteng kokoh.
Berbeda
dengan kawasan wisata lain, penduduk setempat memiliki keramahan khas Jawa,
santun, dan tidak terlalu komersil. Di Kotagede, Anda takkan diganggu pedagang
asongan yang suka memaksa (hawkers)
0 komentar:
Posting Komentar